JAKARTA, KCM--Pembajakan piranti lunak (software) di Indonesia tidak beranjak turun pada kisaran 87 persen selama tahun 2004 dan 2005 sesuai data terakhir yang dirilis IDC. Ini artinya potential lost (potensi kerugian) dari penjualan software di pasar
Hal tersebut disampaikan Irwan Tirtariyadi, Director Small and Midmarket Solutions & Partner Group Microsoft
Lebih jauh dikatakan, potensi kerugian yang nilainya mencapai miliaran dollar AS ini seharusnya bisa dimanfaatkan industri lokal. Sayangnya, karena pembajakan yang sangat tinggi, industri lokal tidak berkembang.
Saat ini, ia memperkirakan hanya ada sekitar 100 independen software vendor (ISV) yang bertahan hidup di
"Padahal ada jutaan educated person (tenaga kerja berpendidikan) lulusan perguruan tinggi di
Bagaimana mau berkembang, Irwan mencontohkan, pernah ada sekelompok mahasiswa yang brilian sehingga dapat mengembangkan software berkualitas, namun dalam hitungan bulan sudah ada yang membajak.
Berdasarkan data studi IDC yang disponsori Business Software Alliance (BSA),
Padahal, masih dari hasil studi yang sama, pembajakan di seluruh dunia kecenderungannya turun di 51 negara dari 97 negara yang disurvai selama tahun 2005. China yang tahun lalu berada di peringkat ketiga dengan tingkat pembajakan 90 persen turun 4 poin seperti halnya Rusia dan Maroko, India turun 2 poin, dan Ukraina turun 6 poin.
"Melihat perkembangan teknologi informasi dan dukungan pemerintah terhadap penegakan
Karena rendahnya penegakan hukum atas pembajakan,
Potensi ekonomi
Rendahnya perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual merupakan salah satu penyebab tidak berkembangnya industri software lokal di
Maraknya pembajakan juga disinyalisasi karena rendahnya daya beli masyarakat terhadap produk IT. Namun, hal tersebut dibantah Irwan karena pada dasarnya produk IT bervariasi dari yang murah hingga sangat mahal.
"Microsoft sendiri setiap mengeluarkan produk selalu menawarkan pilihan untuk segmen berbeda-beda, bahkan saat ini kami sedang berusaha meminta produk khusus untuk pasar
Pengguna IT juga punya pilihan untuk menggunakan software berbagai vendor tanpa berlisensi yang lebih murah asalkan legal. Dalam kasus ini, diakuinya masih ada kultur masyarakat yang belum menghargai nilai kekayaan intelektual produk IT.
Bahkan, produk bajakan sudah menjadi sumber pendapatan baru. Lihat saja berapa banyak pedagang software bajakan dengan mudahnya ditemui di lapak-lapak hingga mal.
Rasa kemanusiaan terhadap para pedagang kecil inilah yang kadang-kadang terlalu ditoleransi para aparat bahkan bukan tidak mungkin menjadi sumber komoditi baru pemilik lahan atau pungutan liar baik oleh oknum aparat maupun preman. Inilah salah satu bentuk benang kusut upaya pemberantasan pembajakan.
"Padahal, penurunan pembajakan 10 poin saja akan menghasilkan pertumbuhan industri IT lebih dari 4.2 triliun dolar AS hingga tahun 2009 mendatang. Penurunan pembajakan dari 87 persen hingga 77 persen akan mampu menambah laju perekonomian sebesar 3.4 triliun dolar AS, memberi peluang 3000 lapangan kerja baru, dan meningkatkan penghasilan industri lokal lebih dari 1.5 juta dolar AS. Keuntungan ini akan sejalan dengan peningkatan pajak sedikitnya 153 dolar juta AS," papar Jeffrey J. Hardee, Vice President and Regional Director, Asia Business Software
Jika dibandingkan, potensi ekonomi yang dapat dihasilkan dari pertumbuhan software lokal akan jauh lebih besar daripada nilai ekonomi yang didapat dari pembajakan. Tumbuhnya industri software akan menghasilkan efek domino berupa munculnya industri jasa, konsultan, dan pendidikan yang mendukungnya.
Namun, Hardee mengatakan tidak ada jalan pintas menurunkan angka pembajakan. Harus bertahap namun pasti terutama dengan dukungan regulasi yang ketat dan kesadaran semua pihak.
Kampanye dan Penegakan hukum
Penegakan hukum terhadap para pelaku pembajakan sebenarnya telah menjadi prioritas penegakan hukum di antaranya dengan dikeluarkannya UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Namun, hingga tahun 2006 ini atau tiga tahun sejak UU tersebut diberlakukan, praktik pembajakan produk IT di Indonesia belum juga mereda.
Kasus perseteruan pembajakan yang terjadi antara Microsoft dan empat dealer komputer di
Saat itu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya memenangkan Microsoft dan pelakunya harus memberikan ganti rugi mencapai sekitar 4.764.608 dollar AS. Jadi, ini memang kasus yang bisa menjadi contoh agar HaKI benar-benar dihargai dan tidak seenaknya dibajak.
Namun, kasus demi kasus pembajakan lainnya yang berhasil dibongkar aparat hukum, belum sepenuhnya membuat jera para pelaku. Di samping memang ada kenyataan bahwa polisi kurang serius dalam menangani kasus-kasus pembajakan peranti lunak.
Menurut Marzuki Usman, mantan Menteri Negara Investasi dan Kepala BKPM, bentuk hukuman yang diberikan kepada para pembajak software saat ini belum mampu menimbulkan efek jera. Selain itu, penegakan hukum belum dilakukan merata sehingga belum tercipta iklim persaingan yang setara dalam industri teknologi informasi. Kesadaran para pengguna produk IT untuk menghargai kekayaan intelektual juga bisa dikatakan masih kurang.
"Mungkin perlu digalakkan kampanye secara terus-menerus untuk meningkatkan kesadaran pentingnya menggunakan software legal. kalau di bank ada istilah know your customer, di industri mungkin bisa dikenalkan know your software," ujarnya.
Dengan cara itulah, setiap pengguna mengetahui produk teknologi informasi yang digunakan memenuhi standar kepatuhan dan hukum. Kalau tidak, pembajakan software mungkin akan terus menjadi benang kusut yang bukannya menguntungkan, tapi kerugiannya merembet ke berbagai sektor ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar